PUTUSAN MK YANG KONSTITUSIONAL
BERSYARAT
Putusan Nomor 10/PUU-VI/2008 dalam perkaa Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemohon : Pemohon I DPD dengan surat kuasa khusus.
Pemohon II para anggota DPD
Pertimbangannya bahwa syarat non-Parpol bagi calon anggota DPD bukan merupakan norma
konstitusi yang implisit melekat pada Pasal 22E ayat (4) UUD 1945 yang
berbunyi, “Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Daerah adalah perseorangan.” Kandungan norma yang tercantum dalam Pasal 22E
ayat (4) UUD 1945 adalah bahwa untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota
DPD, perseorangan harus ‘mencalonkan’ dirinya sendiri sebagai peserta Pemilu,
bukan dicalonkan oleh Parpol. Hal itu berbeda dengan calon anggota DPR,
perseorangan yang ingin menjadi anggota DPR harus dicalonkan oleh Parpol yang
merupakan peserta pemilu.
ketiadaan norma konstitusi yang bersifat implisit melekat dalam
suatu pasal konstitusi, in casu syarat domisili di provinsi yang
diwakilinya bagi calon anggota DPD, implisit melekat pada Pasal 22C ayat (1)
dan (2) UUD 1945, Mahkamah berpendapat bahwa apabila mengacu kepada Pasal 51
ayat (3) huruf b UU MK, memang tidak mungkin untuk diajukan permohonan
pengujian. Karena, permohonan yang demikian akan dianggap kabur (obscuur libel),
tidak jelas, yang berakibat permohonan tidak dapat diterima sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 56 ayat (1) UU MK. Namun demikian, Mahkamah dapat juga
menyatakan bahwa suatu pasal, ayat, dan/atau bagian undang-undang yang tidak
memuat suatu norma konstitusi yang implisit melekat pada suatu pasal konstitusi
yang seharusnya diderivasi secara eksplisit dalam rumusan pasal, ayat, dan/atau
bagian undang-undang, oleh Mahkamah dapat dinyatakan sebagai “konstitusional
bersyarat” (conditionally constitutional) atau “inkonstitusional
bersyarat” (conditionally unconstitutional);
PUTUSAN MK YANG INKONSTITUSIONAL
BERSYARAT
Putusan Nomor 40/PUU-X/2012 dalam perkara Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pemohon
: H. Hamdani Prayogo
Pertimbangannya bahwa penghapusan
pekerjaan tukang gigi dengan alasan karena pekerjaan tersebut berisiko sehingga
hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang berkompetan sebagaimana keterangan
Pemerintah, menurut Mahkamah hal tersebut bukan merupakan penyelesaian yang
tepat, karena selain keberadaan pekerjaan tukang gigi telah lebih dahulu ada
sebelum adanya kedokteran gigi di Indonesia, keberadaan tukang gigi dapat
menjadi alternatif lain bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
gigi yang terjangkau. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran karena pemerintah
hingga saat ini belum dapat menyediakan pelayanan gigi yang terjangkau bagi
seluruh masyarakat. Penyimpangan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh tukang
gigi ataupun juga karena terbatasnya kemampuan yang dimiliki oleh tukang gigi
dalam menjalankan pekerjaannya dapat diselesaikan melalui pembinaan, perizinan,
dan pengawasan. Pembinaan dimaksudkan agar tukang gigi mempunyai pengetahuan
dasar ilmu kedokteran gigi sehingga dapat menjalankan pekerjaan sesuai
ketentuan yang berlaku, sebagaimana yang dilakukan Pemerintah terhadap dukun
beranak yang membantu kelahiran.
No comments:
Post a Comment